Sabtu, 04 Juni 2011

TEORI OTAK TENGAH SUDAH JELAS PENIPUAN

disalin sesuai asli email *Prof. SARLITO WIRAWAN SARWONO*



Di suasana Lebaran ini mestinya saya menulis sesuatu tentang Lebaran,tepatnya tentang bermaaf-maafan, wabil-khusus tentang psikologi maaf. Namun,draf tulisan yang sedang saya siapkan terpaksa saya sisihkan dulu saking gemasnya mengamati perkembangan pseudo-science (ilmu semu) yang sangat membahayakan akhir-akhir ini tentang otak tengah(midbrain).
Mudah-mudahan artikel ini bisa menjadi bahan bacaan alternatif yang menarik di tengah tengah banjirnya (lebih parah dari banjir Pakistan) artikel dan siaran tentang Idul Fitri di hari-hari seputar Lebaran ini.

Otak tengah adalah bagian terkecil dari otak yang berfungsi sebagai relay station untuk penglihatan dan pendengaran. Dia juga mengendalikan gerak bola mata. Bagian berpigmen gelapnya yang disebut *red nucleus* (inti merah) dan substantia nigra juga mengatur gerak motorik anggota tubuh. Karena itu kelainan atau gangguan di otak tengah bisa menyebabkan parkinson. Untuk keterangan lebih lanjut silakan berkonsultasi dengan dokter.

Namun, yang jelas, otak tengah tidak mengurusi inteligensi, emosi, apalagi aspek-aspek kepribadian lain seperti sikap, motivasi, dan minat. Para pakar ilmu syaraf (*neuroscience*) Richard Haier dari Universitas California dan Irvineserta Rex Jung dari Universitas New Mexico, Amerika Serikat, menemukan bahwa inteligensi atau kecerdasan yang sering dinyatakan dalam ukuran IQ tidak terpusat pada satu bagian tertentu dari otak, melainkan merupakan hasil interaksi antar beberapa bagian dari otak.

Makin bagus kinerja antar bagian- bagian otak itu, makin tinggi tingkat kecerdasan seseorang (teori *parieto-frontal integration*). Di sisi lain,pusat emosi terletak di bagian lain dari otak yang dinamakan amygdala, tak ada hubungannya dengan midbrain. Sementara itu aspek kepribadian lain seperti minat dan motivasi lebih merupakan aspek sosial (bukan neurologis) dari jiwa, yang lebih gampang diamati melalui perilaku seseorang ketimbang dicari pusatnya di otak.

Sampai dengan tahun 1980-an (bahkan sampai hari ini) masih banyak yang percaya bahwa keberhasilan seseorang sangat tergantung pada IQ-nya. Makin tinggi IQ seseorang akan makin besar kemungkinannya untuk berhasil. Itulah sebabnya banyak sekolah mempersyaratkan hasil tes IQ di atas 120 untuk bisanditerima di sekolah yang bersangkutan. Namun, sejak Howard Gardner menemukan teori tentang *multiple intelligence* (1983) dan Daniel Goleman memublikasikan temuannya tentang *Emotional Intelligence* (1995), maka para pakar dan awam pun tahu bahwa peran IQ pada keberhasilan seseorang hanya sekitar 20-30% saja.

Selebihnya tergantung pada faktor-faktor kepribadian lain seperti usaha, ketekunan, konsentrasi, dedikasi, kemampuan sosial. Walaupun begitu, beberapa bulan terakhir ini, marak sekali kampanye tentang pelatihan otak tengah.

Bahkan rekan saya psikolog psikolog muda ada yang bersemangat sekali mengampanyekan otak tengah sambil mengikutsertakan anak-anak mereka kepelatihan otak tengah yang biayanya mencapai Rp3,5 juta/anak (kalau dua anak sudah Rp 7 juta, kan) hanya untuk dua hari kursus.

Hasilnya adalah bahwa anak-anak itu dalam dua hari bisa menggambar warna dengan mata tertutup. Wah, bangganya bukan main para ortu itu. Mereka piker setelah bisa menggambar dengan mata tertutup, anak-anak mereka langsung akan jadi cerdas, bisa konsentrasi di kelas, bersikap sopan santun kepada orang tua, bersemangat belajar tinggi, percaya diri, dan sebagainya seperti yang dijanjikan oleh kursus-kursus seperti ini.

Mungkin mereka mengira bahwa dengan menginvestasikan Rp3,5 juta untuk dua hari kursus, orang tua tidak usah lagi bersusah payah menyuruh anak mereka belajar (karena mereka akan termotivasi untuk belajar sendiri), tidak usah membayar guru les lagi (karena otomatis anak akan mengerti sendiri pelajarannya), dan yang terpenting anak pasti naik kelas, malah bisa masuk peringkat. Inilah yang saya maksud dengan berbahaya dari tren yang sedang berkembang pesat akhir-akhir ini.

Untuk orang tua yang berduit, uang sebesar Rp3,5 juta mungkin tidak ada artinya. Namun, kasihan anaknya jika ternyata dia tidak bisa memenuhi harapan orang tuanya. Selain bisa menggambar dengan mata tertutup (sebagian hanya berpura-pura bisa dengan mengintip lewat celah penutup mata dekat hidung), ternyata dia tidak bisa apa-apa.

Konsentrasi tetap payah, motivasi tetap rendah, dan emosi tetap meledak-ledak tak terkendali. Pasalnya memang tidak ada hubungannya antara otak tengah dengan faktor faktor kepribadian itu.

Namun, orangtua sepertinya tidak mau tahu. Dia sudah membayar Rp3,5 juta dan sudah mendengarkan ceramah Dr David Ting, pakar otak tengah dari Malaysia itu.

Kata Dr Ting, anak yang sudah ikut pelatihan otak tengah bukan hanya jadi makin pintar, tetapi jadi jenius. Karena itu nama perusahaannya juga *Genius Mind Corporation*. Malah bukan itu saja. Menurut Dr Ting, anak yang sudah terlatih otak tengahnya bisa melihat di balik dinding, bisa melihat apa yang akan terjadi (seperti *almarhumah* Mama Laurenz), bahkan bisa mengobati orang sakit. Ya, itulah yang dijanjikannya dalam iklan-iklan Youtube-nya di internet. Dan dampaknya bisa dahsyat sekali karena angka KDRT pada anak bias langsung melompat naik gara-gara banyak anak dicubiti atau dipukuli pantatnya sampai babak-belur oleh mama-mama mereka sendiril antaran tidak bisa melihat di balik tembok, meramal atau mengobati orang sakit.***

Untuk menyiapkan tulisan ini, saya sengaja menelusuri nama David Ting *Google*. Ternyata ada puluhan pakar di dunia yang bernama David Ting dan David Ting yang menganjurkan otak tengah ini ternyata bukan pakar ilmu syaraf, kedokteran, biologi, atau psikologi. Dia disebutkan sebagai pakar pendidikan dan tidak ada hubungannya dengan ilmu syaraf (*neuroscience*).

Maka saya ragu akan ilmunya. Apalagi saya hanya mendapati beberapa versi Youtube yang diulang-ulang saja, beberapa tulisan kesaksian, dan cerita-cerita yang sulit diverifikasi kebenarannya. Saya pun lanjut dengan menelusuri jurnal-jurnal ilmiah online, siapa tahu tulisan-tulisan ilmiahnya sudah banyak, tetapi saya belum pernah membacanya. Namun hasilnya juga nol. Maka saya makin tidak percaya.

Saya yakin bahwa teori David Ting tentang otak tengah hanyalah *pseudo-science* atau ilmu semu karena seakan-akan ilmiah, tetapi tidak bias diverifikasi secara ilmiah. Sama halnya dengan teori otak kanan-otak kiri yang juga ilmu semu atau astrologi atau palmistri (membaca nasib orang dengan melihat garis-garis telapak tangannya). Masalahnya, astrologi dan palmistri yang sudah kuno itu tidak merugikan siapa-siapa karena hanya dilakukan oleh yang mempercayainya atau sekadar iseng-iseng tanpa biaya dan tanpa beban apaapa. Kalau betul syukur, kalau salah *yo wis*.

Lain halnya dengan pelatihan otak tengah dan dulu pernah juga popular pelatihan otak kanak-otak kiri. Bahkan, saya pernah memergoki, di sebuah gedung pertemuan (kebetulan saya ke sana untuk keperluan lain), sebuah pelatihan diselenggarakan oleh sebuah instansi pemerintah yang judulnya Meningkatkan Kecerdasan Salat. Semuanya dijual sebagai pelatihan dengan biaya (istilah mereka biaya investasi) yang mahal. Ini sudah masuk ke masalah membohongi publik, sebab mana mungkin dengan satu pelatihan selama dua hari seorang anak bisa disulap menjadi jenius yang serbabisa, bahkan bisa melihat di balik dinding seperti Superman.

Lagipula, apa hubungannya antara menggambar dengan mata tertutup dengan jenius? Einstein, Colombus, Thomas Edison, Bill Gates, Barack Obama, dan masih banyak lagi adalah kaum jenius tingkat dunia, tetapi tak satu pun bias menggambar dengan mata tertutup.

Teori otak tengah sudah jelas penipuan. Dengan berpikir atau bertanya sedikit, setiap orang bisa tahu bahwa ini adalah penipuan. Namun orang Indonesia itu malas bertanya dan ingin yang serba instan. Termasuk kaum terpelajar dan orang berduitnya. Jadi kita gampang sekali jadi sasaran penipuan. Inilah menurut saya yang paling memprihatinkan dari maraknya kasus otak tengah ini.



(*) Prof. DR. SARLITO WIRAWAN SARWONO, Guru Besar Fakultas Psikologi UI





sumber

UPDATE

Quote:
untuk referensi 
Dahsyatnya Bahaya Aktivasi Otak Tengah


Nama anak laki-laki itu Robert Duncan O’Finioan. Lahir pada tahun 1960 di kota kecil negara bagian Kentucky, Amerika Serikat. Tidak seperti anak-anak lainnya yang menghabiskan masa kanak-kanaknya yang indah, penuh permainan, dan canda tawa; sejak berusia lima tahun Robert telah direkrut CIA—tentunya secara rahasia—untuk dipersiapkan menjadi bagian dari apa yang dikemudian hari disebut sebagai proyek MK-Ultra. Ironisnya, hal ini bermula dari kedua orangtua Robert sendiri.

Kisahnya berawal dari berdirinya satu lembaga semacam aktivasi otak tengah di dekat rumahnya di Kentucky. Saat melintas di tempat itu, orangtua Robert melihat banyak sekali anak-anak kecil berusia antara lima hingga duabelas tahun bermain di sana. Merasa tertarik, kedua orangtua Robert akhirnya membawa Robert dan mendaftarkan anaknya itu untuk bisa ikut serta di dalam pelatihan di lembaga tersebut.

Di hari pertama, sang instruktur dengan sangat manis dan lemah lembut bertanya pada Robert kecil, apakah dia ingin bermain seperti anak-anak lainnya? Dengan mata berbinar-binar Robert menganggukkan kepalanya. Sang orangtua tentu saja gembira. Dengan suka rela mereka menyerahkan anaknya kepada instruktur tersebut yang segera memboyong anak tersebut ke dalam ruangan tertutup. Kedua orangtua Robert kembali ke rumah, meninggalkan Robert kecil masuk ke dalam ruangan didampingi sang instruktur yang baru saja dikenalnya.

Di dalam ruangan telah ada sejumlah anak seusianya sedang asyik menulis atau menggambar sesuatu. Sang instruktur kemudian memberikan Robert beberapa helai kertas dan juga pensil berwarna dan meminta anak itu untuk menggambar apa pun yang dikehendaki. Robert pun mulai menggambari kertas putih tersebut. Sang instruktur berjalan mondar-mandir di antara meja dan kursi yang penuh berisi anak-anak kecil.

Robert Duncan dan puluhan anak kecil yang ada di ruangan tersebut, termasuk para orangtuanya, tidak menyadari jika sang instruktur ternyata seorang spesialis Brain Programming yang dengan kekuatan pikirannya mampu mempengaruhi otak orang lain, terlebih anak-anak. Sambil berkeliling ruangan, sang instruktur berusaha menjadikan otaknya sebagai transmiter atau pemancar yang memancarkan gambaran beberapa struktur bangunan sederhana, seperti lingkaran, segitiga, dan persegi empat, dan menyebarkan gambaran itu ke seluruh ruangan agar bisa ditangkap oleh anak-anak tersebut.

Dengan bahasa sederhana, sang instruktur mengirimkan sugesti kepada anak-anak di seluruh ruangan itu, untuk menggambarkan apa yang ada di dalam benaknya. Dia lalu berkeliling ruangan untuk mengamati siapa saja di antara anak-anak itu yang dapat menangkap pesannya dan siapa yang tidak. Robert ternyata mampu menangkap pesan itu. Sebab itu, Robert dan beberapa anak yang berbakat lainnya dipilih dan dimasukkan ke dalam sesi pelatihan khusus tanpa sepengetahuan orangtua mereka.

Di kemudian hari, apa yang dilakukan sang instruktur ini diketahui sebagai “Talent Project”, yang merupakan salah satu bagian dari proyek besar bernama MK-Ultra.

Anak-anak yang terpilih kemudian dilatih secara khusus sehingga mereka tidak saja memiliki dua kepribadian, bahkan empat kepribadian, multiple personality. Setiap anak diberikan satu anchor atau kata kunci, berupa kata, gambar, atau bunyi tertentu, di mana setiap anchor akan mengaktifkan kepribadian atau peran tertentu yang harus dilakukan sang anak. Robert Duncan O’Finioan saat itu disiapkan secara khusus bersama anak-anak berbakat lainya untuk dijadikan tentara masa depan, yang bisa diaktifkan user-nya kapan pun dibutuhkan.
Mereka melewati berbagai proyek percontohan seperti Talent Project yang merupakan operasi rahasia untuk menemukan anak-anak yang berbakat khusus, lalu Phoenix Project—kelanjutan Talent Project yang akan menciptakan anak-anak berbakat khusus itu untuk menjadi unit tempur spesial yang mampu memukul musuh dan bahkan membunuhnya dengan cara-cara yang tidak lazim, dan kemudian Ultimate Warrior Project sebagai tahap terakhir dimana semua anak yang telah lulus melewati rangkaian seleksi akan dijadikan Tentara Super yang memiliki kemampuan supranatural.

Semua proyek bersifat rahasia. Bahkan di dalam internal CIA sendiri, hanya beberapa orang petinggi yang mengetahuinya.

Salah satu operasi milier yang pernah diikuti oleh Robert Duncan ketika masih berusia 13 tahun adalah menolong satu kompi pasukan reguler Amerika yang terkepung di Kamboja tahun 1970-an. Dalam satu operasi hitam (Black Operation), Robert bersama sebelas anak lainnya berusia 7-12 tahun diterjunkan dari helikopter. Begitu mereka diturnkan dari helikopter, peluru musuh berdesingan, namun ajaib, tak satu pun yang terkena.

Dipimpin Robert Duncan, mereka membentuk formasi setengah lingkaran lalu secara serentak mengangkat tangan ke atas. Terlihat cahaya menyilaukan dari tangan mereka seperti lampu blitz. Pada saat itu juga semua musuh mati bergelimpangan, dan tentara AS pun selamat. Ini kisah seperti kisah fiktif. Namun beberapa sumber mengatakan jika hal ini adalah benar adanya. Kalau pun tidak dirilis secara umum, karena ini menyangkut satu test-case bagi proyek rahasia.

Kisah nyata tentang Robert Duncan O’Finioan bisa kita lihat disitus pribadinya (www.duncanofinioan.com). Kisah Duncan juga disinggung secara panjang lebar dalam buku yang ditulis Richard Claproth, Ph.D, seorang praktisi Hipnoterapi dan Pakar Past Life Regression, berjudul “Dahsyatnya Bahaya Aktivasi Otak Tengah: Menguak Kontroversi Aktivasi Otak Tengah & Hipnosis Massal Secara Investigatif” (2010).

Di Indonesia, lembaga-lembaga pelatihan, aktivasi, atau apa pun namanya yang menawarkan ‘anak bisa jenius dalam waktu singkat’ beberapa tahun belakangan ini tumbuh bagai jamur di musim hujan. Biayanya pun mencapai jutaan rupiah. Jika kita mencermati sistem dan strategi pelatihannya, semuanya mirip dengan apa yang telah Robert alami dahulu. Apakah fenomena ini terkait dengan Mind Controlling atau Mind Programming yang memang telah diteliti dan dikembangkan CIA sejak era Perang Dunia II? Apakah ini merupakan salah satu bagian dari konspirasi mereka dalam mempersiapkan prajurit-prajurit masa depan untuk menyongsong kedatangan Dajjal di akhir zaman?

0 komentar:

Posting Komentar